Penelitian Terbaru – Penelitian terbaru Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) menemukan bahwa anak-anak yang mengalami anemia akibat kurangnya zat besi memiliki risiko tiga kali lipat mengalami otak ‘lemot’ atau terhambat dalam berpikir (telmi) karena rendahnya memori kerja.
Memori kerja adalah sistem kognitif yang memungkinkan seseorang untuk menyimpan dan memproses informasi dalam waktu singkat.
Fakta ini disampaikan oleh Direktur Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) sekaligus mantan Menteri Kesehatan RI 2014-2019, Prof. Nila F Moeloek, setelah melakukan penelitian terhadap 500 anak Sekolah Dasar di Jakarta.
Penelitian yang dilakukan di dua sekolah dasar di Manggarai dan Tanjung Priok menemukan bahwa lebih dari 19 persen anak-anak mengalami anemia, yaitu kurangnya sel darah merah.
“Anak yang kurang asupan gizi atau energi memiliki risiko tiga kali lebih besar memiliki memori kerja yang rendah,” ujar Prof. Nila saat presentasinya di Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2024).
Adapun anak yang kurang asupan gizi harian dapat ditandai dengan kurangnya energi atau kalori dari makanan, berperawakan pendek, hingga menderita anemia akibat kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari.
Penelitian ini juga menemukan bahwa anak-anak dengan anemia akibat kurangnya zat besi memiliki risiko 29 persen, nyaris tiga kali lipat, untuk mengalami gangguan memori kerja. Kondisi ini dapat membuat daya tangkap anak dalam menerima informasi menjadi lebih lambat atau ‘lemot’.
Menurut Prof. Nila, jika kondisi ini dibiarkan, tidak hanya membahayakan kesehatan anak tetapi juga masa depan Indonesia, karena kemampuan anak dalam memahami materi pelajaran menjadi lebih lambat.
“Temuan ini merupakan peringatan serius terhadap masa depan kesehatan dan pendidikan di Indonesia. Karena memori kerja adalah indikator yang sangat penting untuk keberhasilan belajar anak di sekolah,” jelasnya.
“Memori kerja itu diperlukan agar anak dapat mengikuti instruksi guru, fokus pada tugas pelajaran, bahkan untuk menghafal dan menginterpretasikan informasi jangka pendek. Jika skor memori kerja rendah, maka proses dasar otak untuk belajar selama sekolah tidak akan berjalan dengan baik,” tambah Prof. Nila.
Temuan serupa juga dijelaskan oleh Koordinator Riset dan Kajian FKI, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, yang menyatakan bahwa 30 persen anak SD yang mengalami anemia juga mengalami gangguan memori kerja, yang berarti kesulitan dalam menerima banyak informasi atau materi pembelajaran.
“Dari evaluasi kami juga ditemukan bahwa murid sekolah dasar kelas 3 hingga 5 di Jakarta, hampir 30 persen dari anak yang mengalami anemia mengalami gangguan memori kerja. Gangguan ini berdampak langsung pada kemampuan mereka untuk berkonsentrasi, memproses, dan menyimpan informasi saat belajar,” tambah Dr. Ray yang juga merupakan pendiri Health Collaborative Center (HCC).
Inilah sebabnya, menurut Prof. Nila, agar kondisi anak-anak dengan anemia akibat kekurangan zat besi atau kurangnya asupan gizi tidak berlanjut, para orangtua dan pemerintah harus memperbaiki status gizi anak dengan memastikan anak mendapatkan makanan yang baik.
“Oleh karena itu, sebaiknya anak-anak mendapatkan gizi atau makanan yang baik agar mereka memiliki daya tangkap yang lebih baik. Dengan daya tangkap yang baik, tentu saja mereka dapat mencerna apa yang diajarkan dan dapat mengambil kesimpulan atau membuat keputusan,” pungkas Prof. Nila.