Dalam beberapa tahun belakangan, masalah kesehatan mental menjadi salah satu topik yang banyak dibahas, terutama oleh generasi muda. Data Survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) Tahun 2022 menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja (34,9 persen) atau sekitar 15,5 juta remaja mengalami masalah kesehatan mental.
Tetapi, hanya 2,6 persen yang mengakses fasilitas kesehatan mental atau konseling. Hal ini menunjukkan perlunya upaya bersama untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan mental, baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun orang di sekitar.
“Kesehatan mental merupakan masalah serius yang perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, peran keluarga dan lingkungan yang sehat dibutuhkan dalam menciptakan kondisi perkembangan dan kesejahteraan anak yang sehat mental. Dalam rangka melindungi kesehatan mental anak dan remaja, Kementerian PPPA telah memiliki layanan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang saat ini berjumlah 301 di Indonesia,” ujar Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, saat peluncuran Program Kesehatan Mental bersama WHO, di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Ia menjelaskan, keberadaan Puspaga diharapkan menjadi garda terdepan dalam memberikan layanan konseling awal, hingga mengarahkan ke layanan kesehatan mental dan psikososial.
“Kami mengapresiasi kerjasama ini sebagai platform yang populer di kalangan anak muda, yang menaruh perhatian besar melalui program ini. Saya percaya program ini memiliki visi yang sama yaitu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk mendukung kesehatan mental yang baik,” ungkap Veronica Tan.
Program Kesehatan Mental ini diharapkan dapat meningkatkan akses serta saran yang kredibel terkait kesehatan mental untuk komunitas di Indonesia.
Program ini juga meliputi pembuatan konten oleh para kreator lokal di jaringan Fides untuk menerjemahkan penelitian ilmiah yang kompleks menjadi konten video yang mudah dipahami mengenai berbagai topik kesehatan.
Pendekatan ini sejalan dengan data riset dari YouGov berkolaborasi pada tahun 2022, di mana sebanyak 77 persen responden di Indonesia merasa nyaman berbicara tentang kesehatan mental. Sebagian besar memilih untuk bercerita kepada anggota keluarga, dan 52% bercerita kepada tenaga profesional seperti psikolog, sementara 40 persen meminta bantuan dan saran tentang kesehatan mental kepada teman dekat.
“Sebagai platform, kami ingin terus meningkatkan kesadaran seputar kesehatan mental. Program ini membantu kami mewujudkan hal tersebut. Keterlibatan dari para kreator di jaringan Fides dan Mindful Makers, serta dukungan pemerintah dan organisasi nirlaba, turut melengkapi upaya kolektif dalam menciptakan lingkungan yang semakin mendukung pembicaraan tentang kesehatan mental dengan informasi yang kredibel,” ungkap Marshiella Pandji dari Kebijakan Publik & Hubungan Pemerintah.
Ia melanjutkan bahwa mereka percaya pendekatan kolaboratif antara platform digital, pemerintah, kreator, dan organisasi nirlaba sangat penting, karena kompleksitas isu kesehatan mental tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja.
Dr. Momoe Takeuchi, Deputi Perwakilan WHO untuk Indonesia, juga menyuarakan semangat kolaboratif dalam program ini. “Jaringan Fides WHO merupakan sumber berharga untuk mempromosikan informasi kesehatan mental yang kredibel di platform media sosial, termasuk. Kami berharap program ini akan mendorong kaum muda untuk merasa lebih nyaman berdiskusi dan mencari dukungan terkait kesehatan mental, yang secara tidak langsung berkontribusi pada masa depan yang lebih sehat,” ungkapnya.