Program makan bergizi gratis tidak hanya berfungsi untuk memperbaiki status nutrisi anak-anak di Indonesia, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk menanamkan nilai budaya melalui penyampaian dongeng di sekolah.
Saran ini disampaikan oleh Ketua Umum Indonesian Gastronomy Community (IGC), Ria Musiawan, yang berharap agar cerita rakyat turun-temurun atau folklor dapat digalakan kembali dan disebarkan kepada anak-anak masa kini.
Indonesia memiliki beragam folklor yang melegenda, seperti Timun Mas, Keong Mas, Sangkuriang, Malin Kundang, dan banyak lagi, yang mengandung pesan dan nilai budaya untuk anak-anak Indonesia.
“Folklor sering dianggap tidak relevan lagi; anak-anak cenderung meniru apa yang dibuat oleh guru mereka dan ingin yang nyata. Namun, folklor adalah budaya rakyat, cerita yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagai contoh, ada Dewi Sri, Timun Mas, dan lain-lain, yang merupakan kearifan lokal yang ingin kami perkenalkan kembali kepada anak-anak,” ungkap Ria dalam acara Program Edukasi Pendidikan Karakter Berorientasi Gastronomi Indonesia di Jakarta, Sabtu (14/12/2024).
Bukan hanya itu, Ria juga menyampaikan bahwa program makan bergizi gratis seharusnya menjadi kesempatan untuk mengajarkan pentingnya menghabiskan makanan. Dengan begitu, anak-anak di Indonesia diharapkan tidak menciptakan limbah makanan, sehingga makanan yang diberikan pemerintah bisa habis tanpa sisa.
Namun, alih-alih mengajarkan dengan cara yang kaku dan formal, penyampaian melalui pendekatan folklor atau cerita rakyat dapat menjadi solusi, terutama bagi anak-anak di Sekolah Dasar (SD).
“Dari sisi gastronomi, kami ingin menekankan pada food save, bahwa makanan sebaiknya tidak bersisa. Ini juga merupakan nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi,” paparnya.
“Ada cerita yang mengatakan bahwa jika makanan tidak habis, maka akan ada tangisan; itu sebenarnya adalah cerita rakyat yang telah diwariskan oleh orangtua dan nenek moyang kita,” sambung Ria.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Veronica Tan. Ia menjelaskan bahwa pendidikan karakter anak tidak hanya dapat dilihat dari pelajaran di sekolah, tetapi juga dari kegiatan lain, seperti kegiatan makan bersama yang disertai dengan gizi seimbang, baik di rumah maupun di sekolah.
“Pada dasarnya, seorang ibu harus menyadari kemampuannya dalam mengurus anak, karena pasti ingin memberikan yang terbaik. Sehingga seorang ibu tidak hanya melahirkan, tetapi juga memahami cara menjadikan anaknya berguna bagi bangsa,” ungkap Veronica.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pembina IGC, Prof Nila Moeloek, menjelaskan bahwa program makan bergizi gratis ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Pendidikan karakter generasi penerus bangsa dapat dimulai dari meja makan, termasuk di sekolah.
“Anak yang dibentuk hari ini akan menjadi fondasi dari bangsa yang kuat di masa depan. Dengan makan di meja sekolah, anak-anak belajar tentang disiplin, rasa hormat, dan kerjasama dalam membangun solidaritas,” jelas Prof. Nila.