Belum lama ini, Nikita Mirzani mengungkapkan berita mengejutkan mengenai anak perempuannya, Lolly, yang telah melakukan aborsi. Tindakan menggugurkan kandungan ini sangat berisiko dan dapat melanggar hukum agama. Berikut adalah beberapa risiko aborsi yang harus dipahami perempuan.
Mengenal Aborsi
Dalam dunia medis, aborsi bisa dilakukan untuk mengakhiri kehamilan di kondisi tertentu, seperti keguguran, masalah kesehatan ibu, kehamilan berisiko tinggi, atau akibat pemerkosaan. Aborsi dianggap legal dalam kasus pemerkosaan jika kehamilan berlangsung kurang dari 40 hari. Prosedur ini dapat dilakukan dengan obat-obatan tertentu atau melalui operasi, umumnya sebelum usia kehamilan 24 minggu.
Namun, aborsi yang dilakukan secara sengaja karena kehamilan di luar nikah atau ketidaksiapan untuk memiliki anak adalah ilegal dan dapat memberikan konsekuensi hukum bagi pelakunya.
Risiko Aborsi Bagi Perempuan
Perempuan yang telah menjalani prosedur aborsi biasanya mengalami sejumlah keluhan seperti nyeri perut, kram, mual, serta perdarahan ringan dalam beberapa hari. Mereka juga berisiko mengalami masalah kesehatan yang serius dalam beberapa minggu setelahnya. Berikut adalah beberapa bahaya yang mungkin dihadapi perempuan setelah aborsi:
1. Perdarahan berat
Perdarahan berat melalui vagina adalah salah satu risiko umum setelah aborsi. Risiko ini lebih rendah pada kehamilan di bawah 13 minggu dibandingkan dengan kehamilan di atas 20 minggu. Jika ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal, transfusi darah atau kuret mungkin diperlukan.
2. Infeksi
Infeksi adalah komplikasi yang sering terjadi setelah aborsi, ditandai dengan demam, keputihan berbau menyengat, dan nyeri panggul. Infeksi berat dapat berujung pada sepsis setelah aborsi.
3. Sepsis
Sepsis dapat terjadi jika infeksi bakteri menyebar ke aliran darah. Kondisi ini umumnya ditandai dengan penurunan tekanan darah, perdarahan berat, dan frekuensi napas yang semakin cepat.
4. Kerusakan pada rahim dan vagina
Aborsi yang tidak dilakukan dengan benar dapat merusak rahim dan vagina, termasuk lubang atau luka serius di dinding rahim.
5. Endometriosis
Nyeri hebat di bagian bawah perut bisa jadi gejala endometriosis, yang berisiko meningkat pasca-aborsi, terutama pada perempuan di bawah 20 tahun.
6. Infeksi peradangan panggul
Infeksi ini ditandai dengan nyeri panggul dan keputihan yang tidak sedap. Aborsi spontan meningkatkan risiko infeksi ini karena kemungkinan sisa jaringan janin masih tertinggal.
7. Masalah psikologis
Selain risiko fisik, banyak perempuan mengalami trauma psikologis setelah aborsi, seperti rasa bersalah, stres, dan depresi. Risiko ini meningkat jika aborsi dilakukan di tempat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau dengan metode yang tidak aman.
Demikianlah risiko yang terkait dengan aborsi. Mengingat semua bahaya ini, sangat disarankan agar perempuan menghindari tindakan tersebut, terutama jika dilakukan secara ilegal.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari