Industri Mi di Indonesia – Industri mi di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, didorong oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat yang menjadikan mi sebagai pilihan praktis selain nasi.
Berdasarkan data dari World Instant Noodles Association, Indonesia berada di posisi kedua dunia dalam konsumsi mi pada 2023, dengan jumlah mencapai 14,54 miliar porsi sepanjang tahun lalu. Tentu saja hal ini membuka peluang besar bagi produsen mi untuk memperluas pangsa pasar, dengan permintaan yang datang dari berbagai kalangan, termasuk rumah tangga dan bisnis kuliner seperti restoran serta pedagang kaki lima.
Namun, di tengah popularitas ini, kesadaran konsumen terhadap keamanan dan kualitas pangan pun semakin tinggi. Prof. Bambang Wirjatmadi, Pakar Kesehatan Masyarakat Unair, dalam sebuah Diskusi Pakar yang berlangsung di Kampus Unair, Surabaya, menekankan pentingnya memperhatikan aspek keamanan pangan karena berkaitan langsung dengan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Menurutnya, konsumen kini mencari produk yang tak hanya enak, tetapi juga sehat, aman, dan memenuhi standar, termasuk sertifikasi halal. Produsen mi pun perlu beradaptasi dengan melakukan inovasi dalam produksi dan pengembangan produk baru, serta menjaga kualitas dan pelayanan agar tetap kompetitif di pasar yang semakin menuntut.
Selama ini, mi kerap dituding sebagai makanan tidak sehat lantaran memiliki kandungan natrium yang tinggi, rendah serat, serta kandung pengawet yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Untuk meminimalkan risiko kesehatan, berikut beberapa tips yang bisa Anda lakukan saat memilih mi:
- Baca label nutrisi: Perhatikan kandungan sodium, lemak, dan karbohidrat pada kemasan.
- Perhatikan bahan tambahan: Hindari mi yang mengandung banyak bahan tambahan seperti pengawet, pewarna buatan, dan perasa buatan.
- Pilih mi dengan sertifikasi halal: Jika Anda seorang muslim, pastikan mi yang Anda pilih memiliki sertifikasi halal.
- Variasikan menu: Jangan hanya mengandalkan mi sebagai makanan utama. Kombinasikan juga dengan lauk pauk yang lebih sehat seperti sayuran, telur, atau daging tanpa lemak.
Salah satu produsen mi yang menjawab tantangan ini adalah Popomie, yang telah menjunjung tinggi kualitas dan integritas. Dimulai dari usaha keluarga yang memproduksi ‘Mie Matahari’ sejak 1985, Popomie sempat mengalami pasang surut hingga akhirnya direvitalisasi pada 2014 dengan strategi baru oleh pemiliknya dan sang istri.
“Kualitas produk tidak bisa dikompromikan, terutama di era di mana konsumen semakin kritis terhadap apa yang mereka konsumsi,” ungkap Sutopo, pemilik Popomie.
“Bukan hanya harga murah yang membuat pelanggan setia, tetapi kualitas dan kepuasan mereka,” tambah Sutopo.
Mi dan ramen mereka diproduksi segar setiap pagi, dengan proses pengiriman yang tepat waktu untuk menjaga kualitas. Pengalaman akhirnya menunjukkan betapa pentingnya konsistensi dan kepercayaan dalam menjaga kepuasan pelanggan.