Dalam skala global, pada tahun 2019 tercatat 1,27 juta kematian akibat resistensi antimikroba (AMR).
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, menyatakan bahwa angka tersebut diprediksi akan terus meningkat dan pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai 10 juta kematian.
Kementerian Kesehatan bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meluncurkan Strategi Nasional (Stranas) Pengendalian Resistansi Antimikroba untuk periode 2025-2029 sebagai upaya untuk mencegah kematian akibat AMR.
Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan bahwa peluncuran Stranas ini adalah kesempatan penting untuk belajar dari kesalahan di masa lalu dan berkomitmen dalam pencegahan resistansi AMR.
“Stranas ini dibangun di atas empat pilar utama, yaitu pencegahan penyakit infeksi, akses terhadap layanan kesehatan esensial, diagnosis yang tepat waktu dan akurat, serta pengobatan yang tepat dan terjamin kualitasnya,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa strategi tersebut memiliki tiga landasan utama, yakni tata kelola yang efektif, informasi strategis, serta sistem evaluasi eksternal.
Sebelumnya, telah dilakukan koordinasi lintas sektor dalam menangani kasus AMR di Indonesia, yang mengacu pada Permenko PMK Nomor 07 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistansi Antimikroba untuk periode 2020-2024.
Dia berharap peluncuran Stranas ini menjadi harapan untuk menyelamatkan jutaan orang di tahun-tahun mendatang.
Dia juga menjelaskan bahwa strategi nasional ini merupakan upaya preventif untuk mengatasi peningkatan kasus kematian akibat AMR yang menjadi ancaman global.
“Jika tidak diatasi dengan baik, hal ini tentu akan menimbulkan permasalahan, terutama di negara kita,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa Stranas Pengendalian Resistansi Antimikroba mencakup 14 intervensi utama, yang akan menjadi masukan untuk merumuskan rencana aksi nasional dalam pengendalian AMR lintas sektor untuk periode 2025–2029.
Pelaksana Tugas Team Lead untuk Sistem Kesehatan WHO, Roderick Salenga, menjelaskan bahwa peluncuran Stranas ini didasarkan pada pendekatan yang berorientasi pada manusia.
“Pendekatan ini akan langsung menjawab kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati infeksi, termasuk infeksi yang resistan terhadap obat,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa pendekatan ini memprioritaskan akses dan keadilan, yang merupakan nilai-nilai penting dalam transformasi kesehatan.