Kesehatan mental seringkali dianggap remeh. Padahal, gangguan kesehatan mental dapat dialami oleh siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, latar belakang sosial, atau ekonomi. Meski sudah semakin banyak dibahas dan disosialisasikan, masih banyak stigma negatif terkait gangguan kesehatan mental. Banyak orang menganggap bahwa gangguan mental adalah aib atau kelemahan seseorang. Padahal, gangguan kesehatan mental adalah penyakit yang memerlukan penanganan medis yang tepat.
Walau tidak mengakibatkan kematian secara langsung, gangguan kesehatan mental bisa menyebabkan penderitaan berkepanjangan, baik bagi penderita, keluarga, dan orang-orang di sekitarnya.
Direktur Kesehatan Jiwa di Kementerian Kesehatan, dr. Imran Pambudi, M.P.H.M. mengatakan bahwa Kemenkes melakukan upaya preventif dalam penanganan kesehatan mental dengan melakukan screening dan pencegahan bunuh diri.
“Isu kesehatan mental menjadi krusial. Data kita untuk kesehatan mental tidak seperti penyakit lain. Beda dengan penyakit jantung, penyakit lain jika tidak merasa sehat bisa langsung cek. Namun, pada masalah kesehatan mental, orang masih terpengaruh stigma, sehingga tidak berani berbicara,” kata dr. Imran di Jakarta.
Ia menuturkan ada beberapa faktor pemicu yang membuat orang mengalami gangguan kesehatan mental, di antaranya adalah masalah finansial dan penggunaan media sosial.
“Literasi dalam menyaring informasi sangat penting agar kita tidak stres. Kita sering membandingkan diri dengan orang lain, padahal kondisi orang lain juga berbeda, dan keberhasilan orang lain belum tentu relevan dengan kita,” jelasnya.
Sesuai dengan informasi dari Kemenkes, ada beberapa jenis gangguan kesehatan mental, termasuk gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan psikosis.
Salah satu contoh gangguan psikosis adalah skizofrenia, yang merupakan gangguan jiwa kronis yang ditandai dengan terganggunya kemampuan menilai realita, yang mempengaruhi pola pikir, perasaan, dan tindakan seseorang.
Penderita skizofrenia dapat mengalami penurunan fungsi dan kemampuan dalam pekerjaan, sekolah, maupun kehidupan sosialnya.
Ciri-ciri orang yang mengalami skizofrenia meliputi:
- Halusinasi, seperti mendengar suara, melihat bayangan atau bentuk, mencium bau tidak sedap, serta merasakan rasa yang tidak enak.
- Enggan bersosialisasi dan menarik diri dari lingkungan sosial.
- Mati rasa dan kehilangan motivasi, sehingga kurang merawat diri.
Sama seperti penyakit fisik, penderita gangguan mental juga membutuhkan pertolongan, salah satunya adalah dukungan psikologis. Dukungan ini dapat membantu mendiagnosis gangguan dan mengembangkan rencana perawatan, termasuk psikoterapi, konseling, atau pemberian obat-obatan.
Salah satu dukungan psikologis yang tersedia adalah aplikasi Wellme yang diluncurkan oleh Ibunda.id. Aplikasi ini dihadirkan dengan harapan dapat menjadi solusi bagi mereka yang memerlukan layanan konseling profesional.
“WellMe bukan sekadar aplikasi, ini adalah langkah besar kami untuk menyediakan akses kesehatan mental yang lebih baik. Kami ingin memastikan bahwa siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, masyarakat dapat mendapatkan dukungan psikologis yang terbaik dengan mudah dan cepat,” ujar Chief Empowerment Officer dari Ibunda.id, Arif Fajar Saputra.
Beberapa fitur dalam aplikasi Wellme by Ibunda.id yang bisa diakses, di antaranya:
- Beragam layanan Konseling: Konseling individu, pasangan, hingga keluarga yang dilakukan secara online maupun offline.
- Konseling berbayar hingga gratis.
- Pemilihan jadwal konseling yang beragam.
- Psikolog profesional dengan topik keahlian yang menyesuaikan dengan kebutuhan.
- Artikel tentang kesehatan mental yang dapat diakses secara gratis.
Dengan dukungan psikologis, penderita gangguan mental dapat belajar mengelola emosi, membangun hubungan yang lebih baik, dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.