HIV/AIDS, merupakan penyakit yang masih sering dikaitkan dengan stigma negatif dan menjadi tantangan besar bagi masyarakat global. Stigma yang melekat pada penderita HIV/AIDS tidak hanya merugikan mereka, tetapi juga menghambat upaya pencegahan dan pengobatan penyakit ini.
Stigma yang membayangi penderita HIV/AIDS sangat bervariasi dan sering kali berakar pada kurangnya pemahaman serta miskonsepsi tentang penyakit ini. Salah satu stigma yang umum adalah anggapan bahwa HIV/AIDS sangat mudah menular, yang membuat banyak orang takut dan menjauhi penderita. Hal ini sering menyebabkan diskriminasi dan isolasi sosial, di mana penderita sering dijauhi oleh keluarga, teman, dan masyarakat sekitar.
Faktanya, meskipun HIV/AIDS adalah penyakit serius, dengan pengobatan yang tepat, penderita dapat hidup panjang dan sehat. Namun, stigma tentang penyakit ini sebagai penyakit mematikan sering membuat banyak orang putus asa dan enggan mencari pengobatan.
“Saya muak dengan stigma yang selalu dilekatkan kepada orang dengan HIV dan AIDS (ODHIV). Masyarakat memandang saya sebagai ‘perempuan gak benar’ dan sampah masyarakat, padahal saya hanya seorang ibu rumah tangga yang tertular HIV dari almarhum suami saya, seorang mantan pecandu narkoba suntik,” ungkap Hages Budiman, penyintas HIV yang juga Ketua LSM Kumpulan Dengan Segala Aksi (Kuldesak).
Pernyataan ini disampaikan dalam acara Talkshow ‘#NoStigma Edukasi HIV dan AIDS, Biar Makin Paham’ yang diadakan pada Kamis, 7 November 2024.
Hages merupakan contoh nyata bahwa ODHIV dapat menjalani hidup normal dan aktif dengan bekal edukasi yang memadai.
“Dulu saya pernah didiskriminasi oleh tenaga kesehatan yang mengatakan bahwa saya tidak boleh menikah lagi dan punya anak. Namun, dengan edukasi yang baik, saya bisa membuktikan bahwa saya dapat memiliki anak yang negatif HIV,” imbuhnya.
Sayangnya, stigma dan informasi yang keliru tentang ODHIV masih menghambat mereka untuk mencari informasi dan perawatan medis, yang berdampak pada kesehatan serta penyebaran virus.
Oleh karena itu, sebuah kampanye sosial diluncurkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai HIV dan AIDS.
Intan Siagian, Project Lead Kampanye Sosial #NoStigma, menjelaskan bahwa melalui aplikasi kampanye, masyarakat dapat berpartisipasi kapan saja dan di mana saja.
Caranya mudah, cukup menyelesaikan aksi-aksi sosial, seperti menuliskan pesan semangat untuk ODHIV dan berswafoto dengan pita merah sebagai simbol solidaritas. Dengan aksi-aksi ini, pendukung turut membantu organisasi mendapatkan donasi yang akan digunakan untuk program edukasi HIV dan AIDS.
Pendukung yang berhasil menyelesaikan aksi akan membuka donasi secara otomatis tanpa biaya apa pun. Dana donasi tersebut disediakan oleh sponsor yang mensponsori rangkaian kegiatan dan akan dialokasikan untuk berbagai kegiatan terkait HIV dan AIDS, seperti workshop dan bantuan alat sekolah untuk anak dengan HIV.
Menghapus stigma HIV/AIDS adalah perjuangan panjang yang membutuhkan komitmen dari semua pihak. Dengan meningkatkan kesadaran, edukasi, dan dukungan, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan bebas dari stigma terhadap penderita HIV/AIDS.