Surabaya kembali menjadi sorotan internasional setelah memberikan izin penyelenggaraan World Tobacco Asia (WTA) 2024, sebuah pameran industri rokok internasional yang rencananya akan digelar pada 9-10 Oktober 2024. Langkah ini mendapat kecaman luas dari berbagai pihak, terutama koalisi pemuda dan elemen masyarakat yang menganggap acara ini bertentangan dengan status Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA).
“Mengizinkan WTA diadakan di Surabaya adalah ironi besar. Surabaya, yang sudah mendapat predikat sebagai Kota Layak Anak tingkat internasional dan nasional, tidak seharusnya menjadi tuan rumah bagi acara yang mempromosikan produk tembakau dan justru jelas berbahaya bagi anak-anak,” ujar Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC.
Surabaya, yang telah enam kali mendapat predikat Kota Layak Anak tingkat Utama dan menjadi Kota Layak Anak Dunia pertama di Indonesia dengan akreditasi dari UNICEF, kini menghadapi ancaman serius terhadap reputasinya. Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) dan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) menyoroti bahwa penyelenggaraan WTA 2024 berpotensi merusak capaian tersebut.
Penyelenggaraan pameran ini dinilai melanggar sejumlah regulasi terkait, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang melarang promosi produk tembakau di ruang publik. Selain itu, Surabaya juga memiliki Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 dan Peraturan Walikota Nomor 110 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang dirancang untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari paparan rokok.
Lebih lanjut, WTA juga dianggap melanggar indikator nomor 17 dari Kota Layak Anak yang melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsorship rokok. Kehadiran WTA yang bersamaan dengan World Vape Asia semakin memperburuk situasi karena dapat membuka peluang perluasan pasar rokok elektronik di kalangan remaja.
Ancaman Bagi Generasi Muda
Data menunjukkan prevalensi perokok elektronik di Indonesia meningkat. Riskesdas 2018 mencatat prevalensi penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja mencapai 2,8%, sementara Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan lonjakan hingga 3%. Acara seperti WTA berisiko mempercepat peningkatan prevalensi ini, mengancam generasi muda yang menjadi target pasar utama produk tembakau.
Menurut Daniel Beltsazar, Project Officer IYCTC, dampak rokok terhadap ekonomi juga sangat merugikan. Indonesia kehilangan hingga Rp 153 triliun per tahun dalam Produk Domestik Bruto (PDB) akibat penurunan produktivitas di kalangan usia kerja.
“Secara keseluruhan, Indonesia kehilangan hingga Rp 2.755 triliun karena dampak rokok, sebuah angka yang menghambat pencapaian visi Indonesia untuk membangun SDM Unggul dan menjadi kekuatan ekonomi global,” katanya.
Desakan Pembatalan WTA 2024
IYCTC dan ISMKMI dengan tegas meminta Pemerintah Jawa Timur dan pemerintah daerah Surabaya untuk segera membatalkan penyelenggaraan WTA 2024. Menurut mereka, Surabaya harus kembali berkomitmen pada statusnya sebagai Kota Layak Anak, melindungi generasi muda dari risiko adiksi nikotin, serta menolak segala bentuk promosi produk tembakau.
“Keputusan ini lebih dari sekadar menolak pameran; ini adalah langkah strategis untuk menjaga masa depan bangsa. WTA tidak boleh dibiarkan berlangsung di Surabaya, bahkan di Indonesia, karena dampak destruktifnya terhadap tumbuh kembang anak,” tutup Manik.