BeritaKesehatan

Di Balik Budaya Pamer Kemewahan di Media Sosial

×

Di Balik Budaya Pamer Kemewahan di Media Sosial

Share this article
Di Balik Budaya Pamer Kemewahan di Media Sosial

Media sosial saat ini dipenuhi oleh influencer, artis, orang kaya, hingga pejabat yang berkompetisi menampilkan foto-foto tematik kekayaan mereka. Hal ini termasuk memamerkan barang bermerek, mobil mewah, rumah megah, dan liburan mewah di akun media mereka.

Pengguna media sosial menyebut perilaku pamer yang berlebihan ini dengan istilah flexing.

Di media sosial, makna yang dikaitkan dengan pamer bisa bervariasi, tetapi umumnya merujuk pada pamer kekayaan atau kesuksesan.

Menurut kamus Cambridge, pamer didefinisikan sebagai tindakan menunjukkan “bahwa Anda sangat bangga atau senang dengan sesuatu yang telah Anda lakukan atau sesuatu yang dimiliki, biasanya dengan cara yang membuat orang lain tidak nyaman.”

Pamer juga dapat diartikan sebagai “tindakan membanggakan hal-hal yang berhubungan dengan kekayaan, seperti berbicara mengenai berapa banyak uang yang Anda miliki, atau tentang barang-barang mahal seperti tas bermerek,” (Kamus Urban, 2020).

Walaupun banyak selebritas dan orang kaya terjebak dalam konsumerisme dan materialisme, seringkali ada motif tersembunyi yang mendorong mereka untuk terus membeli barang-barang mewah dan memamerkannya di media sosial.

Memamerkan kekayaan menjadi cara bagi mereka untuk membedakan diri dari masyarakat umum dan menunjukkan kesuksesan.

dari sini, barang-barang material ini menjadi simbol kesuksesan dan kekayaan yang ingin mereka tampilkan untuk mempertahankan status sosial. Beberapa merasa seperti “bangsawan modern”.

Konsekuensi yang Tak Disadari

Meskipun ada banyak netizen yang mengecam budaya pamer kekayaan di media sosial, foto-foto dan konten selebritas tetap mendapatkan banyak “likes” dan perhatian.

Konten yang mereka buat dianggap menarik dan terus diproduksi, sehingga jumlah penonton terus meningkat, yang berarti lebih banyak potensi pendapatan.

Dalam dunia di mana selebritas dan influencer dianggap sebagai komoditas, flexing telah menjadi bagian dari pekerjaan mereka dan bagi mereka, ini adalah bisnis semata.

Foto: Rahel Kejagung sita mobil Ferarri dan Mercedes Benz milik suami Sandra Dewi, Harvey Moeis yang menjadi tersangka kasus korupsi timah.

Namun, banyak selebritas yang tidak menyadari dampak dari unggahan mereka. Mayoritas pengikut mereka adalah remaja dan anak-anak yang terpengaruh dengan gaya hidup mewah dan ingin mengikutinya secara instan.

Di sisi positif, cerita sukses dari orang lain dapat menjadi sumber motivasi. Orang-orang mungkin terinspirasi untuk bekerja lebih keras, menetapkan target yang lebih tinggi, dan mencapai pencapaian yang serupa.

Namun, flexing juga menciptakan tekanan sosial, terutama untuk generasi muda, untuk mencapai kesuksesan dan memiliki barang-barang material. Tekanan ini dapat menimbulkan stres, kecemasan, dan perasaan tidak mampu bagi mereka yang tidak dapat memenuhi ekspektasi sosial tersebut.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *