Prevalensi Stunting di Indonesia – Stunting, yang merupakan segala permasalahan yang berkaitan dengan gangguan pertumbuhan pada anak-anak di bawah 5 tahun, menjadi perhatian utama bagi Presiden Joko Widodo selama masa pemerintahannya (2014-2024). Hal ini karena stunting memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan fisik anak.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting disebabkan oleh gizi buruk, infeksi berulang, hingga kurangnya stimulasi psikososial yang memadai.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyatakan bahwa berdasarkan data dari UNICEF dan WHO, Indonesia menduduki peringkat ke-27 dari 154 negara dalam hal prevalensi stunting. Ini menempatkan Indonesia di urutan kelima di Asia.
Selama 10 tahun pemerintahannya, Presiden Joko Widodo terus berupaya menurunkan angka prevalensi stunting. Sebelum beliau menjabat, prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 37,2 persen, sementara standar WHO untuk prevalensi stunting adalah di bawah 20 persen.
Oleh karena itu, penanganan stunting menjadi salah satu fokus utama dalam agenda Kepala Negara ketujuh Republik Indonesia. Melalui Kementerian Kesehatan, sosialisasi dan penyuluhan mulai dari tingkat keluarga dijalankan melalui Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) untuk memantau dan meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya pada kelompok balita (anak usia 0-5 tahun) dan ibu hamil. Selain itu, Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) juga turut berperan.
Contohnya, Presiden Joko Widodo juga meninjau langsung Puskesmas di Jawa Tengah pada tahun 2024 untuk memastikan pusat layanan kesehatan tersebut dilengkapi dengan peralatan USG (Ultrasonografi).
Beliau berharap semua Puskesmas dapat memiliki alat USG untuk mendeteksi kehamilan ibu dan kondisi bayi lebih dini dan mendata semua informasi tersebut ke pusat data di Jakarta. Hal ini sangat penting dalam upaya mengatasi stunting.
Pada tahun 2022, Pemerintah mengumumkan bahwa angka stunting pada tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 24,4 persen, dengan target prevalensi stunting pada tahun 2024 ditetapkan sebesar 14 persen.
Dalam Rapat Terbatas mengenai Strategi Percepatan Penurunan Stunting pada 11 Januari 2022, Presiden menyampaikan bahwa stunting bukan hanya terkait dengan tinggi badan, tetapi juga dapat berakibat pada rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit kronis.
“Oleh karena itu, target 14 persen pada tahun 2024 harus bisa dicapai. Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, semuanya bisa bergerak. Angka ini bukanlah angka yang sulit dijangkau asalkan semua pihak bekerja sama,” tegas beliau.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan bahwa penurunan stunting ini terjadi pada masa pandemi Covid-19 dan berharap penurunan kasus stunting dapat menjadi lebih signifikan agar target tercapai.
“Target yang jelas adalah menurunkan prevalensi stunting kita. Pada tahun 2021, angkanya adalah 24,4 persen, dan diharapkan bisa mencapai 14 persen pada tahun 2024. Hitung-hitungan kami menunjukkan bahwa turunnya harus mencapai 2,7 persen per tahun,” ungkap Menkes.
Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah mengimplementasikan dua jenis intervensi: intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Intervensi spesifik ditujukan kepada anak-anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan dan kepada ibu sebelum serta selama masa kehamilan, yang biasanya dilakukan di sektor kesehatan. Sementara itu, intervensi sensitif dilakukan melalui kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan melibatkan kerjasama lintas sektor.
Penurunan prevalensi stunting ini bergantung 30 persen pada intervensi spesifik, dan 70 persen pada intervensi sensitif.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan bahwa Rakernas yang berlangsung pada tahun 2022 bertujuan untuk mensukseskan Perpres No. 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting melalui lima pilar: komitmen, pencegahan stunting, konvergensi, penyediaan pangan yang berkualitas, serta inovasi dan pengumpulan data yang baik.
Dikutip dari sumber resmi, dari target 14 persen pada tahun 2024, prevalensi stunting nasional pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, atau mengalami penurunan sekitar 0,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan kolaborasi menyeluruh dari berbagai kementerian, diharapkan angka penurunan prevalensi stunting ini dapat segera mencapai target yang telah dicanangkan.